Tuesday, May 8, 2012

MEDICAL CHECK UP FOR PRE EMPLOYEE

Sebelum calon karyawan direkrut oleh sebuah perusahaan biasanya calon karyawan tersebut dites terlebih dahulu. Tes yang dilakukan meliputi :
  • Interview
  • Tes tertulis yang melingkupi pendidikan dan psikotest
  •  Medical Check Up

Mengenai interview dan tes tertulis sudah biasa kita dengar, namun mengenai Medical Check Up tidak semua perusahaan memberlakukan tes ini. Mengapa demikian?Para pengusaha tidak mau mengeluarkan uang lebih untuk Medical Check Up calon karyawannya dengan alasan untuk menghemat pengeluaran budget perusahaan.Namun sebenarnya yang dilakukan pengusaha tersebut justru menjerumuskan dirinya sendiri dan perusahaan.

Read More..

Friday, July 22, 2011

Beberapa informasi tentang Jamsostek

Informasi yang saya posting ini merupakan pendapat dari praktisi HRD Bapak Gunawan Wicaksono....
Berikut pendapat beliau tentang Jmsostek yang saya rasa sangat menambah wawasan saya....

Salam rekan ……...
Banyak rekan rekan yang menanyakan tentang JPK, JM dan JHT.
Menurut saya, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Jamsostek sudah bagus plus sangat murah.
Sedang Jaminan Kematian, bila kematian karena kecelakaan kerja/penyakit kerja, sudah besar jumlah santunannya. Namun untuk kematian normal, masih relatif kecil.
Sedang yang agak besar iurannya (Jaminan Hari Tua) malah kurang bagus pengembangannya (max 11% dipotong inflasi +/- 6% maka nett hanya 5% pertahun).

Namun jangan salahkan Jamsostek. Sebab, memang Undang Undang yang membatasi Jamsostek memasukkan dananya ke Reksanada yang bagus pergembangan investasinya(rata rata bisa 45% pertahun).
Ada alasannya juga, karena dana JHT itu biasanya diambil (ditarik) oleh karyawan yang di PHK pada saat ekonomi krisis. Padahal, bila dana 100 trilyun Jamsostek ditaruh di Reksadana, maka pas ekonomi turun, maka nilai reksadana juga turun. Kan bahaya. Contohnya, Jamsostek naruh dana 100 trilyun di reksadana. Pas ekonomi turun, nilai reksadana turun dari 100 triyun ke 75 trilyun. Padahal, pas jaman sulit begitu, pasti banyak karyawan yang di-PHK, konsekuensinya banyak karyawan yang mencairikan danaJHT. Nah, pas banyak-banyaknya karyawan yang mencairkann JHT, pas dananya turun di reksadana. Ini bahaya yang diantisipasi pemerintah sehingga membatasi dana 100 trilyun yang dimiliki Jamsostek hanya boleh max 20% nya saja yang ditaruh di reksadana. Padahal kita tahu, untuk jangka menengah panjang, penempatan di reksadana yang paling bagus, paling tinggi tingkat pengembangannya. Sedang sisanya yang 80% di deposito/obligasi yang relative lebih aman dan terjamin namun relative rendah pengembangannya – hanya 6 – 8% per tahun. Kombinasi dari penempatan 80% dana di deposito/obligasi yang aman-terjamin-namun relative rendah pengembangan investasinya dan penempatan 20% dana di reksadana yang lebih berisiko tapi tinggi pengembangan investasinya ini yang menghasilkan rata rata pengembangan JHT sebesar 11% per tahun. Begitu ceritanya yang saya ketahui .... Pihak Jamsostek bisa memberikan penjelasan yang lebih detil lagi.

OK, mengenai JHT Jamsostek, secara aturan tidak boleh berhenti. Harus ikut terus. Program Jamsostek yang wajib diikuti : JHT (Jaminan Hari Tua), JK (Jaminan Kematian) dan JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja).
Sedang JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) boleh mengambil selain Jamsostek --- walau pastinya jauh lebih mahal dari Jamsostek. Jadi intinya, program JHT yang menurut saya kurang bagus tetap tidak boleh diberhentikan (tetap wajib ikut).

Sebenarnya, saran saya, dana dari asuransi kesehatan lain lah yang sebaiknya dialihkan ke program Worksite asuransi. Karena di program worksite ini juga mencakup kesehatan, kematian dan dana pensiun. Lumayan Lengkap sebagai pelengkap Jamsostek. Daripada mengambil asuransi kesehatan yang hanya mengcover kesehatan saja dan --biasanya-- hilang / hangus begitu saja bila tidak ada klaim. Juga asuransi kesehatan hanya meng-cover per satu orang saja. Misal Rp 80 ribu per bulan perorang. Bila karyawan sudah menikah, maka harus ada tambahan biaya 1 lagi Rp 80.000, belum kalau nanti punya anak 1. Jatuhnya mahal sekali. Sekitar Rp 400 ribu untuk 1 keluarga karyawan dengan 5 anggota keluarga. Bandingkan dengan Jamsostek yang hanya Rp 60 ribu sudah meng-cover 5 orang anggota keluarga. Sangat menguntungkan sekali.
Jadi, maksimalkan manfaat Jaminan Kesehatan di Jamsostek yang memang murah namun agak relative kurang layanannya. Saran saya tambah dengan santunan dari Worksiteasuransi. Nanti saya bantu meminta pihak Jamsostek untuk memberikan penjelasan tentang memaksimalkan / mengoptimalkan manfaat dari layanan Jamsostek. Kalau tahu programnya dan tahu prosedurnya, Jamsostek cukup bagus kok. Sebanding dengan preminya yang relative murah. Tentu, kalau perusahaan ada dana lebih PLUS di support dengan tambahan dari worksite asuransi.

Sebagai contoh ; layanan rawat inap Jamsostek. Hanya dilayani di kelas II di RS Pemerintah (biasanya kelas dengan layanan nomor 2 dari bawah), Namun peserta Jamsostek bisa meminta kenaikan level ke kelas yang lebih tinggi. Missal kelas VIP. Selisih biayanya tentu ditanggung oleh karyawan. Selisih biaya ini dapat diambil dari santunan yang diberikan oleh worksite asuransi. Dan perlu diingat, worksite asuransi juga meng-cover santunan kematian dan pengembangan investasi. Lengkap. Dan perlu diingat : biaya Santunan Kematian, pesangon, uang pisah atau dana pension sesuai UU Ketenagakerjaan angkanya sangat besar lho bila harus disiapkan sendiri oleh perusahaan. Maka alihkan dan siapkan dari dini dengan menggunakan worksite asuransi.

Untuk JHT memang bisa di stop lalu pindah ke program layanan kesehatan lain. Tapi sejauh yang saya ketahui, biaya asuransi kesehatan lain jauh jauh lebih mahal dari Jamsostek.
Sehingga pertanyaannya yang muncul :
Mengapa akan menghentikan JHT (Kesehatan) Jamsostek?
Apakah sudah ada yang lebih bagus dan tidak terlalu mahal?

Kenapa saya tanyakan hal ini ?
Karena --jujur saja sebagai HRD-- saya menilai fasilitas JHT (kesehatan) Jamsostek ini yang paling murah dan lumayan bagus (relative karena preminya juga murah).
Bayangkan, untuk karyawan lajang biayanya hanya 30 ribu. Untuk yang sudah menikah (dengan istri, suami dan 3 anak ---- 5 orang), iuran JHT untuk karyawan berkeluarga hanya Rp 60 ribu sudah meng-cover 5 orang.
Juga bila ikut Jamsostek tidak akan dilihat status kesehatannya. Jadi karyawan yang sudah sakit diabetes misalnya, maka tetap dilayani pengobatan diabetesnya. Sebatas obat dan layanannya masuk dalam daftar yang di-cover oleh Jamsostek. Kalau perusahaan asuransi yang lain, pasti tidak dicover atau ada masa tunggu (tidak di-cover selama 1 tahun pertama) atau malah ditolak untuk mengambil asuransi tersebut. Karena memang diabetes yang dimilikinya tersebut sudah merupakan penyakit sejak lama. Setahu saya, di asuransi manapun, bila seseorang sudah terkena diabetes, maka tidak akan diterima sebagai peserta suransi tersebut. Namun di Jamsostek, masih dilayani sebatas obat dan layanannya masuk di daftar yang di-cover Jamsostek. Hanya penyakit kelas berat seperti kanker, gagal ginjal, dll yang tidak di-cover oleh Jamsostek.
Juga asuransi kesehatan, UMUMNYA-- tidak ada fasilitas melahirkan (tidak diganti biaya rumah sakitnya untuk melhirkan)
Kalau di Jamsostek untuk kelahiran normal 500 ribu. Dan 1,2 juta untuk caesar berdasarkan perintah dokter.
Juga ada layanan kacamata dan gigi/mata palsu dan alat dengar. Juga imunisasi standard. Jadi, mengapa keluar dari JHT ??


Menurut saya, Jamsostek itu hanya kurang di :
Fasilitas rawat inap --- karena hanya dapat kelas II di RS Pemerintah. Jadi perlu tambahan yang lain untuk bisa naik kelas layanan kamarnya.
Untuk penyakit kritis (kanker, stroke, dll.) tidak ditangggung klaimnya. Jadi perlu tambahan manfaat penyakit kritis
Santunan kematian NORMAL sangat kecil dibandingkan dengan kewajiban perusahaan membayar santunan kematian kepada akhli waris sesuai dengan UU Ketenagakerjaan
Jaminan Hari Tua (JHT) di Jamsostek masih relatif kecil. Sedang di asuransi unit link, bisa lumayan besar hasil investasinya ---- sebagai dana uang pisah, pesangon atau pensiun

Wasalam
Gunawan


Salam hangat
Wah kebetulan sekali ada rekan yang bertanya tentang hal ini
Ini sebenarnya yang mau saya sharing karena hal ini cukup memberatkan cash flow keuangan perusahaan bila muncul kejadiannya.
Saya baru saja ketemu dengan Manager Pemasaran Jamsostek Bali I dan Bapak I Nengah Subagia, SH, MH (Kabid Pengawasan dan HI Disnaker Badung)

INFORMASINYA :
1. Jaminan Hari Tua (JHT) dan Dana Pensiun Karyawan adalah 2 hal yang berbeda. Menurut beliau, JHT itu BUKAN merupakan Dana Pensiun. Alasan pertama : Saldo JHT itu bisa saja disebabkan oleh pembayaran oleh beberapa perusahaan bila si karyawan berpindah pindah tempat kerja. Jadi bukan hak milik perusahaan terakhir di mana si karyawan pension. Alasan Kedua : ada bagian dari JHT yang erupakan hak karyawan. Karena karyawan juga membayar 2% dari gaji yang dilaporkan. Alasan Ketiga : aturan UU Dana Pensiun –kata beliau—tidak mencantumkan JHT Jamsostek sebagai bagian dari dana pension karyawan --- saya perlu pelajari lagi ---- lihat di attach
2. Bahkan Jaminan Kematian Karyawan (JKM) juga BUKAN merupakan bagian dari Santunan Kematian sebagaimana diatur dalam pasal 166 UU no 13. Wah, gila banget deh… Jadi kalau ada karyawan meninggal, maka karyawan mendapatkan 2 hal. Yakni pertama santunan kematian dari Jamsostek. Dan kedua perusahaan juga harus membayar Santunan kematian berdasarkan pasal 166 UU no 13 – tidak boleh dicampur / digabung antara dana dari Jaminan Kematian Jamsostek dan dana santunan kematian dari perusahaan…

Karena hal ini lumayan memberatkan dari sisi perusahaan, saya sudah meminta Jamsostek membuat sosialisasi. Semoga bisa dilaksanakan secepatnya.

Sekian dulu informasi dari saya

Salam
Gunawan

Read More..
Template by : kendhin x-template.blogspot.com